Saiful Ma'ruf

TAFSIR FI ZILALIL QURAN Ghafir (Ayat 28 – 55)

TAFSIR FI ZILALIL QURAN
“Di bawah bayangan Al-Quran”
Ghafir (Ayat 28 – 55)
Pentafsiran ayat-ayat 28 - 35
Di sini tampillah seorang lelaki dari keluarga Fir’aun, seorang yang telah menerima pembelaan kebenaran dalam hatinya, tetapi dia telah menyembunyikan keimanannya. Ia tampil muka membela Musa dan Fir’aun dan kaumnya. Dia berbicara dengan Fir’aun dan pembesar-pembesarnya dari berbagai-bagai segi. Dia memberi nasihat secara halus kepada hati mereka dan merangsangkan kepekaannya dengan pernyataan-pernyataan yang menakut dan meyakinkan mereka:

28. “Lalu berkatalah seorang lelaki Mu’min dari keluarga Firaun yang menyembunyikan keimanannya. Apakah kamu hendak membunuh seorang yang berkata: Allah itu Tuhanku sedangkan dia telah membawa kepada kamu keterangan yang jelas dan Tuhan kamu. Jika dia bohong, maka dialah yang akan menanggung akibat pembohongannya dan jika dia benar nescaya kamu akan ditimpa sebahagian azab yang diancam kannya kepada kamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayat kepada orangorang yang pelampau lagi pendusta.”

29. “Wahai kaumku! Kamulah yang memiliki kerajaan (Mesir) pada hari ini, kamulah yang terkemuka di dunia ini, tetapi siapakah yang dapat menolong kita dan azab Allah jika azab itu menimpa kita? Jawab Firaun: Aku tidak kemukakan fikiranku melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak tunjukkan kepada kamu melainkan jalan yang benar.”

30. “Lalu berkatalah lelaki yang beriman itu: Wahai kaumku! Aku takut kamu akan ditimpakan malapetaka seperti hari malapetaka yang menimpa golongan-golongan (yang menentang rasul).”

31. “Seperti keadaan kaum Nuh, Ad dan Thamud dan orang-orang selepas mereka. Dan Allah tidak sekali-kali berkehendak melakukan kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.”

32. “Wahai kaumku! Aku takut kanau ditimpa azab pada hari (Qiamat) yang penuh dengan seruan (meminta pertolongan).”
33. “Yaitu pada hari kamu berpaling ke belakang melarikan diri, sedangkan tiada siapa yang dapat melindungkan kamu dan azab Allah. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tiada siapa lagi yang dapat memberi hidayat kepada-Nya.”

34. “Dan sesungguhnya sebelum ini Yusuf telah datang kepada kamu membawa keterangan-keterangan yang jelas, tetapi kamu masih berada di
dalam keraguan terhadap ajaran yang dibawa olehnya kepada kamu, sehingga apabila dia wafat, kamu telah berkata: Allah tidak akan membangkitkan lagi seorang rasul selepasnya. Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang pelampau dan ragu-ragu.”.

35. “Yaitu orang-orang yang menyangkal ayat-ayat Allah tanpa sebarang alasan yang sampai kepada mereka. Amat besarlah kemurkaan di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beniman. Demikianlah Allah menutupkan setiap hati yang takbur dan sewenang-wenang.” Itulah satu pengembaraan yang amat hebat yang ditempuh oleh lelaki Mukmin bersama-sama Firaun dan pembesar-pembesarnya yang sedang mengatur komplot terhadap Musa dan apa yang dikemukakannya merupakan logik fItrah seorang Mukmin yang dinyatakan dengan hati-hati, pintar dan kuat. Mula-mula ia mengecam rancangan jahat yang hendak dilaksanakan mereka:

28. “Apakah kamu hendak membunuh seorang yang berkata: Allah itu Tuhanku.”
Apakah perkataan yang jujur ini yang ada hubungan dengan kepercayaan dan keyakinan seseorang ini wajar dihukum bunuh atau ditentang dengan mencabutkan nyawanya? Ini adalah satu gambaran perbuatan yang amat keji yang begitu jelas keburukannya. Kemudian dia membawa mereka maju setapak lagi yaitu orang yang mengeluarkan perkataan yang jujur itu:

28. “Allah itu Tuhanku”
adalah mempunyai alasan dan dalilnya yang kuat:

28. “Dia telah membawa kepada kamu keterangan yang jelas dan Tuhan kamu.”
Lelaki itu mengisyaratkan kepada bukti-bukti yang telah dikemukakan oleh Musa a.s. dan dilihat sendiri oleh mereka, sedangkan bukti-bukti ini jika difikir secara persendirian dan jauh dari orang ramai adalah bukti-bukti yang sukar dipertikaikan oleh mereka.Kemudian lelaki ini membuat andaian yang seburuk-buruknya dan memperlihatkan sikapnya yang adil terhadap persoalan itu sesuai dengan setinggi-tinggi andaian yang mungkin diambil mereka:

28. “Jika Musa itu bohong maka dialah yang akan menanggung akibat bohongnya.” Yakni dialah yang akan bertanggung terhadap perbuatannya,
menerima balasannya dan menanggung dosanya. Dan ini bukannya boleh dijadikan alasan untuk rnereka membunuhnya. Di sana ada lagi satu kemungkinan yaitu jika Musa benar, maka eloklah kemungkinan itu diperhitungkan dengan sebaik-baiknya supaya mereka tidak menerima akibatnya:

28. “Dan jika dia benar nescaya kamu akan ditimpa sebahagian azab yang diancamkannya kepada kamu.” Kemungkinan mereka ditimpa sebahagian azab yang diancamkan kepada mereka itu merupakan sekurang-kurang kemungkinan dan dia tidak menuntut dan mereka lebih dari itu. Inilah kemuncak keadilan dalam sesuatu perdebatan. Kemudian dia mengancam mereka secara halus. Apabila dia mengeluarkan satu pendapat yang melibatkan Musa di samping melibatkan mereka juga yaitu:

28. “Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayat kepada orang-orang yang pelampau lagi pendusta.” Jika si pelampau yang pendusta itu Musa, maka sudah tentu Allah tidak akan memberi hidayat dan taufiq kepadanya, oleh itu biarkanlah dia menerima balasannya, tetapi hendaklah kamu berhati-hati dari mendustakan Musa dan bertindak keterlaluan terhadapnya supaya kamu tidak ditimpa balasan seperti ini. Ketika dia menghubungkan mereka kepada tindakan Allah terhadap mereka yang pelampau dan pendusta itu, dia mengugut mereka dengan balasan Allah dan azab yang tidak dapat diselamatkan darinya oleh kerajaan dan kekuasaan yang ada pada mereka. Dia menyebut ni’mat ini kepada mereka supaya mereka bersyukur bukannya ingkar:

29. “Wahai kaumku! Kamulah yang memiliki kerajaan (Mesir) pada hari ini dan kamulah yang terkemuka di negeri ini, tetapi siapakah yang dapat menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita?” Lelaki Mu’min itu merasakan perasaan yang dirasakan oleh hati yang Mu’min yaitu azab balasan Allah lebih dekat kepada orang-orang yang memegang kuasa memerintah di muka bumi ini. Merekalah orang-orang yang paling wajar takutkan Allah, paling wajar bertaqwa kepada-Nya, paling wajar menaruh kebimbangan kepada-Nya, karena Allah mengawasi mereka setiap waktu malam dan siang. Karena itu dia mengingatkan mereka dengan kekuasaan pemenintahan mereka ketika dia menyebut pandangan yang tersemat di dalam mata hatinya ni, kemudian dia libatkan dirinya bersama mereka ketika mengingatkan mereka dengan balasan azab Allah:

29. “Siapakah yang dapat menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita?” Kata-kata ini untuk menyedarkan mereka bahwa segala langkah mereka adalah penting baginya, karena dia adalah salah seorang dari mereka yang turut menunggu nasibnya bersama mereka. Jadi, dia hanya seorang penasihat sahaja yang merasa bimbang terhadap mereka, semoga ini dapat mendorong mereka memberi perhatian yang berat kepada amaran dan peringatannya dan supaya mereka memandang amarannya itu dengan hati yang suci dan ikhlas. Dia cuba menyedarkan mereka bahwa tiada siapa yang dapat menolong dan membimbing dari azab Allah jika ia menimpa mereka, seluruh mereka terlalu lemah untuk menolakkannya. Di sini Fir’aun merasa tersinggung sama seperti tersinggungnya setiap pemerintah yang zalim apabila diberi nasihat kepadanya. Baginda merasa bangga dengan dosanya. Baginda memandang nasihat yang ikhlas itu sebagai mencabar kuasanya dan mengecilkan pengaruhnya dan sebagai perbuatan hendak berkongsi kuasa dan pengaruh dengannya.

29. “Jawab Fir’aun: Aku tidak kemukakan fikiranku melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak tunjukkan kepada kamu melainkan jalan yang benar. Aku tidak mencadangkan kepada kamu melainkan sesuatu yang aku pandang betul dan menganggapnya berguna. Cadanganku itu tidak syak lagi betul, baik dan tidak dapat dipertikaikan lagi. Apakah betul pemerintah yang zalim itu tidak memikirkan melainkan sesuatu yang baik dan betul? Apakah mereka boleh membenarkan jika ada orang lain memandang mereka telah membuat kesilapan? Apakah mereka membenarkan orang lain memberi fikiran yang lain di samping fikirannya? Jika jawapannya ya, mengapa mereka digelarkan pemerintah yang zalim? Tetapi lelaki yang Mu’min itu tidak berpendapat demikian. Dia merasa berkewajipan mengingat memberi nasihat dan mengeluarkan pendapatnya. Ia merasa berkewajipan berdiri di sebelah kebenaran yang diyakini olehnya walaupun bertentangan dengan pendapat pemerintah-pemerintah yang zalim, kemudian dia mengetuk hati mereka dengan satu pernyataan lain semoga hati itu sedar, terharu dan lembut, ia mengetuk hati mereka dengan menarik perhatiannya kepada akibat-akibat kebinasaan yang menimpa golongan yang menentang rasul-rasul sebelum mereka. Peristiwa-peristiwa itu merupakan saksi yang melihat bagaimana dahsyatnya Allah membinasakan pendusta-pendusta dan pelampau-pelampau:

30. “Lalu berkatalah lelaki yang beriman itu: Wahai kaumku! Aku takut kamu akan ditimpakan malapetaka seperti hari malapetaka yang menimpa golongan (yang menentang rasul).”

31. “Seperti keadaan kaum Nuh, ‘Ad dan Thamud dan orang-orang selepas mereka. Dan Allah tidak sekali-kali berkehendak melakukan kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” Setiap golongan itu ada hari kebinasaannya masing-masing tetapi lelaki yang Mumin itu mengumpulkan hari-hari itu dalam satu hari sahaja:

30. “Seperti hari malapetaka yang menimpa golongan-golongan yang menentang rasul-rasul.” Itulah hari yang dapat dilihat dengan jelas betapa dahsyatnya balasan azab Allah. ltulah hari yang sama dan segi sifatnya yang berlaku ke atas golongan-golongan penentang rasul.

31. “Dan Allah tidak sekali-kali berkehendak melakukan kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” Allah membinasakan rnereka dengan sebab dosa-dosa mereka dan membetulkan umat-umat di sekeliling meneka dan umat-umat yang kemudian dan meneka dengan menimpakan hari-hari azab Allah ke atas mereka. Kemudian sekali lagi lelaki Mu’min itu mengetuk hati dengan mengingatkan mereka dengan Hari Qiamat yang penuh dengan seruan:

32. “Wahai kaumku! Aku takut kamu ditimpa azab pada Hari (Qiamat) yang periuh dengan seruan.”

33. “Yaitu pada hari kamu berpaling ke belakang melarikan diri, sedangkan tiada siapa yang dapat melindungkan kamu dan azab Allah. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tiada siapa lagi yang dapat memberi hidayat kepada.Nya.” Pada hari itu para malaikat yang mengumpulkan manusia di padang Mahsyar itu berseru, dan Ashabul-Araaf juga menyeru penghuni Syurga dan penghuni-penghuni Neraka. Sementara penghuni-penghuni Syurga menyeru penghuni-penghuni Neraka, dan penghuni-penghuni Neraka pula menyeru penghuni-penghuni Syurga. Hari itu penuh dengan seruan dalam berbagaibagai bentuk. Penamaan hari Qiamat dengan:

32. “Hari yang penuh dengan seruan” itu membayangkan suasana hari itu riuh rendah, hiruk-pikuk dengan suarasuara pekikan di sana sini, dan menggambarkan hari yang penuh dengan kesesakan dan pertengkaran. Ia juga sesuai dengan perkataan lelaki yang beriman itu.

33. “Yaitu pada hari kamu berpaling ke belakang melarikan diri, sedangkan tiada siapa yang dapat melindungkan kamu dari azab Allah.” Yakni mereka mungkin lari atan cuba melarikan diri dari kedahsyatan azab Neraka, tetapi pada hari itu tiada siapapun yang dapat memberi perlindungan dan hari itu bukanlah masa yang boleh melarikan diri. Gambaran ketakutan, kecemasan dan gambaran lari itu merupakan gambaran utama di sini bagi kumpulan manusia-manusia angkuh dan sewenang-wenang di bumi yang memegang pangkat kebesaran dan kuasa pemerintahan!

33. “Barang siapa yang disesatkan Allah, maka tiada siapa lagi yang dapat memberi hidayat kepadanya. Mungkin ayat ini mengandungi sindiran yang halus kepada perkataan Fir’aun:

29. “Aku tidak tunjukkan kepada.kamu melainkan jalan yang benar.” Dan memberi isyarat bahwa hidayat yang sebenar ialah hidayat Allah dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tiada siapa lagi yang dapat memberi hidavat kepadanya, dan Allah mengetahui seluruh keadaan dan hakikat manusia yang wajar menerima hidayat dan yang wajar menerima kesesatan. Pada akhirnya lelaki yang Mu’min itu mengingatkan sikap mereka terhadap Nabi Yusuf a.s. dan di antara zuriatnya ialah Nabi Musa a.s. Dia menerangkan bagaimana mereka meragui kerasulan Yusuf dan pengajaranpengajaran yang dibawa oleh beliau supaya mereka tidak mengulangi pendirian itu terhadap Musa a.s. yang membenarkan apa yang dibawa oleh Yusuf a.s. sedangkan mereka telah meragui kebenaran Musa a.s. Dan seterusnya lelaki itu mendustakan anggapan mereka bahwa Allah tidak akan membangkitkan rasul yang lain selepas Nabi Yusuf, sedangkan inilah Nabi Musa a.s. seorang rasul yang dibangkitkan selepas Nabi Yusuf a.s. Yang mendustakan anggapan ini:

34. “Dan sesungguhnya sebelum ini Yusuf telah datang kepada kamu membawa keterangan-keterangan yang jelas, tetapi kamu masih berada di
dalam keraguan terbadap ajaran yang dibawa olehnya kepada kamu, sehingga apabila dia wafat, kamu telah berkata: Allah tidak akan membangkitkan lagi seorang rasul selepasnya. Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang pelampau dan ragu-ragu.”

35. “Yaitu orang-orang yang menyangkal ayat-ayat Allah tanpa sebarang alasan yang sampai kepada mereka. Amat besarlah kemurkaan di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah menutupkan setiap hati yang takbur dan sewenang-wenang.” lnilah kali pertama di dalam al-Qur’an di mana disebutkan tentang kerasulan Yusuf a.s. yang diutuskan kepada penduduk Mesir. Kita telah pun mengetahui dari Surah Yusuf bahwa beliau telah sampai ke jawatan pengarah perbendaharaan negeri Mesir dan beliau telah pun mendapat gelaran “Aziz Mesir” yaitu gelaran yang diberikan kepada Pendana Menteri Mesir (pada masa itu). Di dalam surah ini juga terdapat ayat yang mungkin dapat difahamkan bahwa beliau telah menaiki takhta kerajaan Mesir walaupun ini tidak diyakini, yaitu firman-Nya:

100. “Dan dia (Yusuf) telah mengangkatkan kedua orang tuanya ke atas singgahsana, lalu mereka (saudara-saudaranya) merebahkan diri sujud kepadanya seraya berkata: Wahai ayahandaku! Inilah tafsir mimpiku dahulu. Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikan mimpiku itu suatu kenyataan.” (Surah Yusuf)

Mungkin singgahsana di mana beliau mengangkatkan kedua-dua ibubapanya, suatu singgahsana yang lain dan singgahsana kerajaan Fir’aun Mesir. Walau bagaimanapun Nabi Yusuf a.s. telah sampai ke peringkat kedudukan pegawai tinggi yang memerintah dan berkuasa di negeri itu. Oleh sebab itu dapatlah kita gambarkan keadaan yang dikatakan oleh lelaki Mumin itu, yaitu keadaan keraguan mereka terhadap pengajaran yang dibawa oleh Yusuf a.s. dahulu serta sikap mereka yang berpura-pura terhadap Yusuf selaku pembesar yang berkuasa di mana mereka tidak
mendustakannya secara terbuka ketika beliau berada dalam jawatan ini! Sehingga ketika dia wafat, karnu telah berkata: 34. “Allah tidak akan membangkitkan lagi seorang rasul selepasnya.” Seolah-olah mereka merasa senang hati dengan kewafatannya, karena itu mereka menzahirkan kegembiraan mereka di dalam bentuk ini dan melahirkan kebencian mereka kepada aqidah tauhid yang tulen yang dibawa oleh beliau kepada mereka, dan nampaknya aqidah ini telah dikemukakannya kepada dua orang rakan beliau semasa di dalam penjara:

39. “Manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan yang ramai atau Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.” (Surah Yusuf) Oleh itu mereka menyangka bahwa tidak akan datang lagi kepada mereka seorang rasul yang lain selepas beliau karena inilah yang menjadi cita-cita mereka. Dan seringkali apabila seseorang itu menggemari sesuatu, kemudian ia percaya bahwa kegemarannya itu akan menjadi kenyataan, karena ini akan dapat memenuhi cita-cita kegemarannya. Lelaki yang Mu’min itu bercakap dengan keras di sini ketika dia menyebut keraguan dan keterlaluan mereka mendustakan rasul, lalu ia berkata:

34. “Demikianlah Allah menyesatkan orang yang pelampau dan ragu ragu.” Dia memberi amaran kepada mereka bahwa Allah akan menyesatkan setiap pendusta yang pelampau dan ragu-ragu di dalam ‘aqidahnya walau pun telah diberi keterangan-keterangan yang jelas kepadanya. Dan seterusnya dia memberi amaran yang keras kepada mereka bahwa orang orang yang menyangkal ayat-ayat Allah tanpa hujah dan alasan akan ditimpa kemurkaan Allah dan kemarahan para Mu’minin, inilah seburuk-buruk perbuatan yang dilakukan mereka. Begitu juga dia mengecam sikap mereka yang takbur dan sewenang-wenang dan memberi amaran bahwa akan membutakan hati orang-orang yang angkuh dan sewenangwenang!

35. “Yaitu orang-orang yang naenyangkal ayat-ayat Allah tanpa sebarang alasan yang sampai kepada mereka. Amat besarlah kemurkaan di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah menutupkan setiap hati yang takbur dan sewenang-wenang.” Kenyataan lelaki yang beriman itu hampir-hampir sama dengan kenyataan Allah secara langsung permulaan surah yang menjelaskan bahwa kemurkaan itu akan menimpa orang-orang yang menyangkal ayat-ayat Allah tanpa bukti, dan bahwa orang orang yang takbur dan sewenang-wenang itu akan disesatkan Allah hingga tidak ada lagi di dalam hati mereka ruang dan jalan untuk menerima hidayat dan kefahaman.

Pentafsiran ayat-ayat 36 - 37)
Walaupun lelaki Mu’min itu telah menarik hati mereka dalam pengembaraan yang amat jauh ini, namun Firaun tetap berada di dalam kesesatannya dan terus berdegil mengingkarkan kebenaran, tetapi baginda berpura-pura hendak menyelidik dakwaan Musa itu. Nampaknya kesan dari logik dan hujah yang dikemukakan oleh lelaki Mu’min itu amat kuat hingga Fir’aun dan pembesar-pembesarnya tidak dapat mengabaikannya begitu sahaja. Oleh itu Firaun mencari jalan lain yang baru:

36. “Dan Firaun berkata: Wahai Haman! Binakan untukku sebuah bangunan yang tinggi semoga aku dapat sampai ke jalan-jalan.”
37. “Yaitu jalan-jalan langit supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku fikir dia seorang pendusta. Demikianlah didandan indah kepada Firaun segala perbuatannya yang buruk dan dia telah dihalangkan dari jalan (yang benar), dan tiadalah tipudaya Firaun itu melainkan musnah belaka.” Yakni wahai Haman! Bangunkanlah untukku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku dapat sampai ke jalan-jalan langit untuk mencari dan melihat Tuhan Musa di sana:
37. “Sesungguhnya aku fikir dia seorang pendusta.” Demikianlah cara putar belit Firaun yang zalim itu untuk menghindarkan dirinya dari berdepan dengan kebenaran secara terus terang. Baginda sekali-kali tidak mahu mengakui aqidah tauhid yang menggoncangkan takhtanya dan mengancam dongeng dongeng yang menjadi landasan kerajaanya. Amatlah jauh dari kemungkinan bahwa apa yang dikatakan oleh Firaun ini merupakan kefahamannya, dan amatlah jauh pula bahwa apa yang dikatakannya ini merupakan benar-benar serius untuk mencari Tuhan Musa dengan cara kebendaan yang bodoh itu karena Firaun- Firaun yang memerintah negeri Mesir itu biasanya mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi dan tidak munasabah mempunyai kefahaman yang seperti ini. Malah dalam satu segi, itulah cara sendaan, kesewenangwenangan dan permainan baginda, dan dalam satu segi yang lain pula itulah cara baginda berpura-pura insaf dan hendak menyelidik untuk mendapatkan kepastian. Dan mungkin pula inilah langkah berundur dari menghadapi pukulan-pukulan logik keimanan yang terdapat dalam percakapan lelaki yang Mukmin itu. Seluruh andaian ini menunjukkan kedegilan Firaun mempertahankan kesesatannya, dan keangkuhannya mempertahankan kekufurannya:
37. “Demikianlah didandan indah kepada Fir’aun segala perbuatannya yang buruk dan dia telah dihalangkan dari jalan yang benar.” Yakni baginda memang wajar dihalangkan dari jalan yang benar karena dolak-dalik dan putar belitnya yang menyelewengkannya dan kejujuran dan dari jalan yang benar. Kemudian diiringi dengan kenyataan bahwa tipu helah yang seperti itu akan berakhir dengan kekecewaan dan kehancuran:
37. “Dan tiadalah tipudaya Firaun itu melainkan musnah belaka.”

Pentafsiran ayat-ayat 38 - 44
Setelah berdepan dengan putar belit, kesewenang-wenangan dan kedegilan Firaun ini, lelaki yang Mumin ini pun mengeluarkan kata-katanya yang terakhir, yang lantang dan terus terang. Setelah Dia menyeru mereka mengikutnya ke jalan Allah selaku jalan yang betul dan menerangkan kepada mereka nilai hidup dunia yang fana ini dan menggalakkan mereka supaya mencari nikmat hidup yang kekal abadi dan mengingatkan mereka dari azab Akhirat. Dan seterusnya menerangkan kepada mereka tentang kepalsuan dan kebatilan yang wujud di dalam ‘aqidah syirik itu:

38. “Dan berkatalah (lelaki) yang beriman itu: Wahai kaumku! Ikutilah aku nescaya aku membimbing kamu ke jalan yang benar.”

39. “Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia hanya keni’matan (yang sebentar) sahaja dan sesungguhnya Akhirat itulah negeri yang
kekal”

40. “Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, maka dia tidak akan dibalas melainkan dengan balasan yang setanding dengannya, dan barang siapa yang mengerjakan amalan yang salih sama ada lelaki atau perempuan, sedangkan dia beriman, maka merekalah orang yang akan memasuki Syurga, di mana mereka dikurniakan rezeki tanpa hisab.”

41. “Wahai kaumku! Bagaimana aku menyeru kamu kepada keselamatan, sedangkan kamu menyeruku ke Neraka.”

42. “Kamu menyeruku supaya ingkarkan terhadap Allah dan mempersekutukan-Nya dengan sembahan-sembahan yang aku tidak mengetahui sedikit pun (mengenai ketuhanannya), sedangkan aku menyeru kamu beriman kepada Tuhan Yang Maha Perkasa dan Maha Pengampun.”

43. “Tidak syak lagi bahwa tuhan palsu yang kamu seru supaya aku beriman kepadanya, tidak mempunyai sebarang da’wah di dunia dan di
Akhirat. Dan sesungguhnya kepulangan kita ialah kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang pelampau itulah penghuni-penghuni
Neraka.”

44. “Kelak kamu akan ingat (kebenaran) apa yang aku katakan kepada kamu, dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” Itulah hakikat yang telah pun dijelaskan sebelum ini di permulaan surah. Kemudian hakikat-hakikat itu dijelaskan sekali lagi oleh lelaki yang Mu’min ini ketika menghadapi Firaun dan pembesar-pembesarnya. Katanya:

38. “Wahai kaumku! Ikutilah aku nescaya aku membimbing kamu ke jalan yang benar.”
Sekejap tadi Firaun telah berkata:

29. “Aku tidak tunjukkan kepada kamu melainkan jalan yang benar.” Oleh itu perkataan lelaki yang Mu’min itu merupakan satu cabaran yang terus terang. Dia telah mengeluarkan pandangan yang benar tanpa takut dan gentar kepada kuasa Fir’aun yang sewenang-wenang itu, juga pembesar-pembesarnya yang berkomplot seperti Haman dan Qarun yaitu dua orang tokoh yang dikatakan menjadi menteri-menteri Firaun. Dia menjelaskan kepada mereka tentang hakikat kehidupan dunia ini:

39. “Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya keni’matan (yang sebentar) sahaja.” Yakni keni’matan yang tidak tetap dan kekal:

39. “Dan sesungguhnya Akhirat itulah negeri yang kekal.” Itulah kehidupan sejati yang wajar dipandang dan difikir dengan mendalam. Dia menerangkan kepada mereka dasar hisab dan balasan di negeri Akhirat yang kekal:

40. “Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, maka dia tidak akan dibalas melainkan dengan balasan yang setanding dengannya, dan barang siapa yang mengerjakan amalan yang salih sama ada lelaki atau perempuan, sedangkan dia beriman, maka merekalah orang-orang yang akan memasuki Syurga dan di sana mereka dikurniakan rezeki tanpa hisab.” Yakni mengikut kehendak kemurahan Allah ialah perbuatan yang baik
itu dibalas dengan kebaikan berganda-ganda, sedangkan perbuatan yang jahat tidak dibalas dengan berganda-ganda. Itulah rahmat Allah terhadap hamba-hamba-Nya. ltulah timbangrasa terhadap kelemahan mereka dan terhadap tarikan-tarikan dan halangan-halangan yang wujud di jalan kebajikan dan kejujuran karena itulah perbuatan mereka yang baik itu diberi ganjaran yang berganda-ganda, dan dapat menghapuskan dosa perbuatanperbuatan mereka yang jahat. Dan apabila mereka tiba di Syurga selepas hisab, mereka akan diberi rezeki tanpa hisab. Lelaki yang Mumin itu mengecam perbuatan mereka yang mengajaknya ke Neraka, sedangkan dia mengajak mereka ke Syurga. Lalu ia menyeru mereka dengan penuh kecaman:

41. “Wahai kaumku! Bagaimana aku menyeru kamu kepada keselamatan, sedangkan kamu menyeruku ke Neraka.” Mereka sebenarnya tidak menyeru lelaki yang Mu’min itu ke Neraka tetapi mereka menyerunya kepada ‘aqidah syirik. Dan apakah bezanya di antara da’wah kepada syirik dan da’wah kepada Neraka? Kedua-duanya hampir sama sahaja. Dalam ayat yang berikut dia hanya menukarkan da’wah dengan satu da’wah yang lain:

42. “Kamu menyeruku supaya ingkarkan Allah dan mempersekutukan-Nya dengan sembahan-sembahan yang aku tidak mengetahui sedikitpun (mengenai ketuhanannya), sedangkan aku menyeru kamu beriman kepada Tuhan Yang Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” Perbezaan di antara dua dakwah itu adalah amat jauh. Da’wah lelaki yang Mukmin itu amat jelas dan lurus. Dia menyeru mereka kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Pengampun. Dia menyeru mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di mana kesan kesan sifat Wahdaniyah-Nya disaksikan oleh alam al-wujud. Dan dibuktikan oleh keindahan-keindahan Penciptanya yang dilakukan dengan qudrat kuasa-Nya dan perencanaan-Nya yang rapi. Dia menyeru mereka kepada Allah supaya mereka mendapat keampunan dari-Nya, karena Dialah sahaja yang berkuasa memberi keampunan yang limpah:

42. “Yang Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” Ke manakah mereka menyerunya? Mereka menyerunya kepada mengingkarkan Allah melalui perbuatan syirik yang tidak diketahui sedikitpun mengenainya dari dakwaan-dakwaan, kepercayaan-kepercayaan yang karut dan penuh teka-teki.
Dia menjelaskan tanpa sebarang syak dan ragu bahwa tuhan-tuhan sekutu itu tidak mempunyai sesuatu apa pun, juga tidak mempunyai sebarang urusan baik di dunia mahupun di Akhirat. Segala-galanva terpulang kepada Allah Yang Maha Esa, golongan manusia pelampau yang membuat dakwaan yang bukan terhadap itu akan menjadi penghunipenghuni Neraka:

43. “Tidak syak lagi bahwa tuhan palsu yang kamu seru supaya aku beriman kepadanya, tidak mempunyai sebarang da’wah di dunia dan di Akhirat. Dan sesungguhnya kepulangan kita ialah kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang pelampau itulah penghuni-penghuni Neraka.” Apakah lagi yang tinggal selepas ia memberi penerangan-penerangan yang jelas dan syumul mengenai hakikat-hakikat yang pokok dalam ‘aqidah? Lelaki yang Mukmin itu telah menerangkannya dengan terus terang tanpa teragak-agak kepada Firaun dan para pembesarnya, setelah ia menyembunyikan keimanan. Dia telah mengumumkan hakikat ini dengan begitu jelas. Kini tiada apa lagi yang hendak dikatakan olehnya melainkan hanya menyerahkan urusannya kepada Allah, karena dia telah meluahkan kata-katanya dan melihatkan dhamirnya sambil mengancam mereka bahwa mereka akan sedar kepada kebenaran kata-katanya pada hari Qiamat, di mana tidak berguna lagi peringatan dan segala urusan terpulang kepada Allah:

44. “Kelak kamu akan ingat (kebenaran) apa yang aku katakan kepada kamu dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Melihat akan hamba-hambaNya.” Demikianlah berakhirnya perdebatan dan dialog itu. Di mana seorang lelaki yang beriman dari keluarga Firaun merakamkan kata-katanya yang benar yang kekal abadi dalam dhamir zaman.

Pentafsiran ayat-.ayat 45 - 50
Penjelasan ayat yang berikut menyaringkan babak-babak kisah selepas ini dan peristiwa-peristiwa yang berlaku di antara Musa, Firaun dan Bani
Israel sehingga kepada babak tenggelamnya Fir’aun dan selamatnya Musa a.s. dan selepas itu ia merakamkan pula pemandangan-pemandangan selepas babak yang terakhir ini dan selepas tamatnya hidup dunia:

45. “Lalu Allah melindunginya dan kejahatan-kejahatan tipudaya yang dirancangkan mereka, dan keluarga Firaun telah ditimpa azab yang amat dahsyat.”

46. “Api Neraka didedahkan ke atas mereka pagi dan petang. Dan pada hari berlakunya Qiamat (diperintahkan kepada malaikat): Masukkanlah Firaun dan keluarganya ke dalam azab yang paling dahsyat.”

47. “Dan (kenangilah) ketika mereka berbantah-bantah di dalam Neraka lalu berkatalah orang-orang yang lemah dari mereka kepada orang yang telah berlagak angkuh: Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikut kamu. Oleh itu dapatkah kamu hapuskan dari kami sebahagian dan azab Neraka?”

48. “Jawab orang-orang yang telah berlagak angkuh itu: Sesungguhnya kita semua sama-sama berada dalam Neraka dan sesungguhnya Allah telah pun menetapkan hukuman di antara hamba-hamba-Nya.”

49. “Lalu berkatalah orang-orang yang berada di dalain Neraka kepada penjaga-penjaga Neraka: Pohonkanlah kepada Tuhan kamu supaya meringankan azab dari kami barang sehari.”

50. “Jawab (penjaga-penjaga Neraka): Bukankah telah datang kepada kamu rasul-rasul kamu membawa keterangan-keterangan yang jelas? Jawab mereka: Ya, mereka datang. Lalu (penjaga-penjaga Neraka) berkata: Berdo’alah sendiri! Dan tiada doa orang-orang yang kafir itu melainkan hanya sia-sia belaka.” Dunia telah dilipat dan lembaran pertama Akhirat telah dibentangkan, tiba-tiba lelaki Mu’min yang telah berkata benar dan berlalu itu telah dilindungi Allah dan akibat akibat tipudaya Firaun dan pembesarpembesarnya. Kesan-kesan buruk dan perbuatan perbuatan Firaun yang jahat itu tidak mengenainya sedikit pun baik di dunia mahupun di Akhirat, sedangkan Fir’aun- dan pengikut ditimpa azab seksa yang amat dahsyat:

46. “Api Neraka didedahkan ke atas mereka pagi dan petang. Dan pada hari berlakunya Qiamat (diperintahkan kepada malaikat): Masukkanlah Firaun dan keluarganya ke dalam azab yang paling dahsyat.” Ayat ini menyatakan bahwa mereka didedahkan kepada Neraka pagi dan petang yaitu dalam tempoh selepas mati hingga berlakunya Qiamat. Mungkin azab ini ialah azab kubur karena selepas itu al-Quran menyebut:

46. “Dan pada hari berlakunya Qiamat (diperintahkan kepada malaikat): Masukkanlah Firaun dan keluarganya ke dalam azab yang paling dahsyat.” Jadi itulah azab sebelum hari Qiamat, yaitu satu azab yang amat dahsyat. Mereka didedahkan kepada api Neraka pagi dan petang. Pendedahan itu bertujuan untuk mengazabkan mereka dengan melihat api Neraka dan menunggu diselar olehnya atau oleh bahang panasnya yaitu suatu azab yang amat dahsyat, atau untuk mengazabkan mereka terus dengan azab api Neraka itu. Seringkali perkataan (pendedahan) dipakai dengan makna (sentuhan atau selaran) dan azab ini lebih dahsyat lagi. Kemudian pada hari Qiamat kelak dikatakan kepada mereka: Masuklah ke dalam azab yang paling dahsyat! Kemudian pada hari Qiamat kelak mereka akan dimasukkan ke dalam azab yang lebih dahsyat lagi. Dalam ayat berikut, Qiamat telah pun berlaku dan al-Qur’an menggambarkan pandangan mereka dalam Neraka sedang berbantah-bantah sesama mereka:

47. “Dan (kenangilah) ketika mereka berbantah-bantah di dalam Neraka lalu berkatalah orang-orang yang lemah dari mereka kepada orang yang telah berlagak angkuh: Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikut kamu. Oleh itu dapatkah kamu hapuskan dari kami sebahagian dan azab Neraka?” Orang-orang yang lemah juga dimasukkan ke dalam Neraka bersamasama orang-orang yang kuat dan berlagak takbur. Mereka tidak diberi syafa’at dengan alasan menjadi ekor-ekor dan pak turut-pak turut sahaja. Dan azab mereka luga tidak diringankan dengan alasan mereka hanya kumpulanTafsir kumpulan kambing yang dituntun. Mereka tidak mempunyai fikiran dan kehendak sendiri dan tidak pula mempunyai pilihan. Allah telah mengurniakan kepada mereka kehormatan insaniyah, kehormatan tanggungjawab individu dan kehormatan membuat pilihan dan menggunakan kebebasan, tetapi mereka telah melepaskan semua kehormatan ini dan terus menjadi pak turut pada pembesar-pembesar dan pemerintahpemerintah yang zalim dan kuncu-kuncu reka. Mereka tidak pernah berkata kepada mereka: “Jangan!” Malah tidak pernah terfikir untuk membantah dan seterusnya mereka tidak pernah memikirkan buruk baik, sesat atau tidaknya apa yang dikata dan dianjurkan oleh pembesar-pembesar itu kepada mereka:

47. “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikut kamu.” Perbuatan mereka melepaskan semua kehormatan yang dikurniakan Allah kepada mereka dan menjadi pak turut pembesar-pembesar dengan tujuan supaya menjadi tukang-rukang syafa’at mereka di sisi Allah, lalu mereka dimasukkan ke dalam Neraka. Mereka telah diheret oleh pemimpinpemimpin mereka ke dalam Neraka sebagaimana mereka diheret seperti kambing di dalam kehidupan dunia. Dan kini mereka memohon pertolongan kepada pembesar-pembesar itu:

47. “Dapatkah kamu hapuskan dari kami sebahagian dan azab Neraka?” Ini sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh pemimpin-pemimpin mereka semasa dunia bahwa mereka memimpin mereka ke jalan yang benar dan melindungi mereka dari kerosakan, juga untuk memelihara mereka dari kejahatan, kemudharatan dan tipudaya musuh. Tetapi pemimpin-pemimpin yang angkuh dan takbur itu merasa bosan dengan disesatkan pengikut-pengikut yang lemah itu lalu mereka menjawab dengan marah dan bosan. Mereka mengakui keadaan yang sebenar selepas mereka berlagak angkuh:

48. “Jawab orang-orang yang telah berlagak angkuh itu: Sesungguhnya kita semua sama-sama berada dalam Neraka dan sesungguhnya Allah telah pun menetapkan hukuman di antara hamba-hamba-Nya.” Yakni kita semua lemah belaka. Tiada siapa yang dapat menolong kita. Kita sama susah dan sengsara. Mengapa kaniu memohon pertolongan kami sedang kamu sendiri melihat bahwa pembesar-pembesar dan orang-orang yang lemah semuanya sama.

48. “Sesungguhnya Allah telah pun menetapkan hukuman di antara hamba hamba-Nya.” Oleh itu tidak ada peluang lagi untuk meminda dan mengubahkan hukuman hukuman itu. Segala perkara telah selesai dan tiada seorang hamba pun yang berkuasa meringankan sesuatu hukuman yang telah diputuskan Allah. Apabila golongan pemimpin dan golongan pengikut itu sedar bahwa tiada lempat perlindungan yang lain melainkan pada Allah sahaja, maka mereka pun berpaling kepada penjaga-penjaga Neraka dengan keadaan hinadina dan rendah diri memohon pertolongan: 49. “Lalu berkatalah orang-orang yang berada di dalain Neraka kepada penjaga-penjaga Neraka: Pohonkanlah kepada Tuhan kamu supaya meringankan azab dari kami barang sehari.” Mereka memohon pertolongan penjaga-penjaga neraka supaya memohon kepada Allah agar meringankan azab mereka:

49. “Pohonkanlah kepada Tuhan kamu supaya meringankan azab dan kami barang sehari sahaja.” Mereka memohon hanya sehari sahaja untuk menarik nafas dan beristirehat. Dan untuk mendapat keringanan dan azab untuk satu hari pun memerlukan syafa’at dan doa. Tetapi penjaga-penjaga Neraka itu tidak dapat memperkenankan permintaan mereka yang malang itu, karena mereka mengetahui peraturanperaturan Allah dan Sunnatullah. Mereka mengerahui bahwa waktu permohonan itu telah terlewat. Oleh sebab itu mereka menambahkan lagi azab keseksaan mereka dengan mengecam dan mengingatkan mereka tentang sebab azab ini:

50. “Jawab (penjaga-penjaga Neraka): Bukankah telah datang kepada kamu rasul-rasul kamu membawa keterangan-keterangan yang jelas? Jawab mereka: Ya, mereka datang.” Soal jawab itu sudah cukup untuk menamatkan segala dialog. Dan ketika itu penjaga-penjaga Neraka berlepas tangan dan mereka dan menyerahkan mereka kepada perasaan putus harapan serta diiringi dengan sendaan:

50. “Lalu (penjaga-penjaga Neraka) berkata: Berdo’alah sendiri.” Yakni jika doa itu dapat mengubahkan sesuatu dan keadaan kamu, maka silalah kamu berdo’a sendiri: Kemudian ayat ini diiringi dengan pernyataan:

50. ‘Tiada do’a orang-orang yang kafir itu melainkan hanya sia-sia sahaja.” Yakni doa itu tidak sampai ke mana-mana dan tidak terjawab, malah
diabaikan begitu sahaja sama ada pada golongan pembesar dan golongan pengikut-pengikut yang lemah.

Pentafsiran ayat-ayat 51 - 55
Pada situasi yang penentu ini al-Quran mengiringi dengan ulasan yang terakhir terhadap seluruh babak ini dan terhadap kenyataannya mengenal golongan-golongan yang menentang rasul-rasul yang terdedah kepada azab seksa Allah selepas mereka mendustakan rasul dan berlagak angkuh.

51. “Sesungguhnya Kami tetap menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari (Hari Qiamat di
mana) berdirinya para saksi.”

52. “laitu hari yang tidak berguna kepada orang-orang yang zalim (kafir) permohonan ma’af dan mereka, dan mereka akan mendapat la’nat dan
akañ mendapat tempat kediaman yang amat dahsyat.”

53. “Dan sesungguhnya Kami telah mengurniakan hidayat kepada Musa dan Kami kurniakan Bani Israel mewarisi kitab Taurat.”

54. “Untuk menjadi hidayat dan peringatan kepada orang-orang yang mempunyai minda yang sihat.”

55. “Oleh itu bersabarlah sesungguhnya janji Allah itu benar dan pohonlah keampunan terhadap dosamu dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” Ulasan yang tegas ini sesuai dengan situasi yang tegas, dan dari ulasan ini manusia dapat mengetahui contoh kesudahan kebenaran dan kebatilan di dunia dan di Akhirat, dan melihat bagaimana nasib kesudahan Firaun dan para pembesarnya di dalam kehidupan dunia di samping melihat mereka bertengkar di dalam Neraka. Di mana meneka berakhir dengan pengabaian dan penghinaan. ltulah kesudahan setiap persoalan yang diterangkan oleh Quran.

51. “Sesungguhnya Kami tetap menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari (Hari Qiamat di
mana) berdirinya para saksi.”

52. “laitu hari yang tidak berguna kepada orang-orang yang zalim (kafir) permohonan ma’af dan mereka, dan mereka akan mendapat la’nat dan akañ mendapat tempat kediaman yang amat dahsyat.” Mengenal kemenangan di Akhirat iada seorang pun dan orang-orang yang beriman kepada hari Akhirat yang ingin memperdebatkan kesudahan ini. Dan tiada sebab baginya untuk berdebat. Tetapi mengenai kemenangan di dunia, ia mungkin memerlukan kepada penerangan yang jelas. Sesungguhnya janji Allah itu tetap benar:

51. “Sesungguhnya Kami tetap menolong rasul Kami dan orang-orang yang beriman di dalam kehidupan dunia” tetapi yang dilihat manusia ialah ada rasul-rasul yang dibunuh dan ada rasul yang terpaksa berhijrah meninggalkan kampung halaman dan keluarganya karena didusta dan diusir, dan ada orang-orang Mu’min yang hidup ditindas. Di antara mereka ada yang dicampak ke dalam parit-parit yang diunggun api, ada yang gugur syahid, ada yang hidup dalam kesempitan, kesengsaraan dan penindasan. Oleh itu di manakah janji Allah hendak memberi kemenangan kepada mereka dalam kehidupan dunia? Dan pintu inilah syaitan nenyelinap masuk ke dalam jiwa manusia melakukan berbagai-bagai hasutan dan godaan. Tetapi manusia biasanya menilai sesuatu dari bentuk rupa yang lahir sahaja dan melupakan berbagai-bagai nilai dan hakikat-hakikat yang lain ketika membuat sesuatu penilaian Manusia mengukur dengan masa dunia yang pendek dan mengukur dengan kawasan tempat yang terbatas. Ini adalah ukuran-ukuran manusia yang kecil. Tetapi ukuran yang syumul ialah ukuran yang meletakkan sesuatu persoalan itu dalam ruang zaman dan tempat yang luas. Ia tidak meletakkan batas-batas di antara satu masa dengan satu masa yang lain dan tidak pula di antara satu tempat dengan satu tempat yang lain. Andainya kita melihat persoalan ‘aqidah dan keimanan di ruang yang luas ini tentulah kita melihat perjuangan ‘aqidah itu mendapat kemenangan tanpa sebarang keraguan lagi. Kemenangan isu ‘aqidah merupakan kemenangan kepada pejuang-pejuangnya, karena pejuangpejuang ‘aqidah itu sendiri tidak mempunyai kewujudan yang kewujudan perjuangan ‘aqidah. Kewajipan utama yang dituntut oleh keimanan dari mereka ialah hancur lebur dalam perjuangan ‘aqidah. Biarlah mereka yang tumbang asalkan ‘aqidah berdiri tegak. Manusia juga membataskan erti kemenangan itu dengan gambarangambaran tententu dan biasa kepada mereka, yaitu bentuk-bentuk kemenangan yang dapat dilihat dari dekat oleh mata mereka, tetapi kemenangan itu mempunyai gambaran beraneka rupa, kadang-kadang setengah-setengah kemenangan itu datang dalam bentuk kekalahan pada pandangan yang pendek. Misalnya Nabi Ibrahim a.s., beliau telah dicampakkan di dalam api, tetapi dia tetap teguh tidak benganjak dari ‘aqjdah dan dari berda’wah kepadanya. Adakah beliau dikira menang atau
kalah? Tidak syak ia mengikut logik aqidah beliau telah mencapai kemuncak kemenangan apabila beliau dibuang ke dalam ünggun api dan sekali lagi beliau mencapai kemenangan apabila beliau terselamat dari jilatan api itu. lnilah dua bentuk kemenangan yang berlain-lainan dan kedua-duanya pada lahirnya amat jauh, tetapi pada hakikatnya amat dekat. Begitu juga Sayyiduna Husain r.a. beliau telah gugur syahid dalam satu gambaran yang agung dalam satu segi dan dalam satu gambanan yang sedih dalam satu segi yang lain. Adakah beliau dikira menang atau kalah? Mengikut pandangan yang lahir dan mengikut ukuran yang kecil beliau dikira kalah, tetapi mengikut pandangan hakikat yang tulen dan mengikut ukuran yang agung beliau dikira menang. Tiada seorang syahid di muka bumi ini yang mendapat kasih sayang dan simpati kaum Muslimin dan merangsangkan keghairahan mereka seperti simpati dan kasih sayang yang didapati oleh Sayyiduna Husain r.a. sama ada dari golongan yang berpihak kepadanya atau dari golongan yang tidak berpihak kepadanya dan orang-orang Islam dan bukan Islam. Berapa banyak pejuang-pejuang yang gugur syahid, sedangkan ia tidak dapi memberi kemenangan kepada ‘aqidah dan da’wahnya walaupun dia hidup seribu tahun sebagaimana ia mendapat kemenangan ‘aqidah dan da’wahnya dengan kematian syahidnya. Dia tidak dapat menerapkan konsep-konsep yang agung di dalam hati manusia dan tidak dapat memberangsangkan ribuan manusia melakukan tindakan yang besar dengan sebual pidato seperti pidatonya yang terakhir yang ditulis dengan darahnya, di mana pidato itu tetap menjadi tenaga penggerak kepada anak cucu cicit dan mungkin menjadi tenaga penggerak yang menghayunkan langkahlangkah sejarah di sepanjang generasi. Apakah makna kemenangan dan kekalahan? Kita perlu memeriksa kembali gambaran dan nilai-nilai kalah menang yang biasa kita gunakan dalam penilalan kita itu sebelum kita bertanya di mana janji Allah yang hendak memberi kemenangan kepada rasul-rasul-Nya dan kepada orangorang Mu’min dalam kehidupan dunia? Walau bagaimanapun di sana terdapat benbagai-bagai kes-kes di mana kemenangan dapat dicapài dalam bentuknya yang lahir dan dekat yaitu kemenangan yang lahir dan dekat itu bersambung dengah bentuk kemenangan yang kekal dan tetap. Misalnya Nabi Muhammad s.a.w. telah mencapai kemenangan dalam masa hayatnya, karena kemenangan ini mempunyai kaitan dengan tujuan menegakkan ‘aqidah Islam dengan
hakikatnya yang sempurna di muka bumi ini, karena ‘aqidah Islamiyah ini tidak mencapai kesempurnaannya melainkan apabila ia dapat menguasai seluruh kehidupan masyarakat manusia dan kegiatannya mulai dari hati individu hingga kepada kerajaan yang memerintah. Oleh itu Allah telah menghendaki supaya Rasulullah s.a.w. yang memperjuangkan ‘aqidah ini mendapat kemenangan dalam masa hayatnya untuk merealisasikan ‘aqidah ini dalam bentuknya yang sempurna dan rneninggalkan hakikat ini sebagai satu hakikat yang wujud dengan jelas di dalam realiti sejarah yang dapat disaksikan oleh semua orang. Dan dengan ini bersambunglah gambaran kemenangan yang dekat ini dengan gambaran kemenangan yang jauh (akan datang) dan wujudlah persamaan gambaran kemenangan yang lahir dengan gambaran kemenangan yang haqiqi mengikut perencanaan dan penyusunan Ilahi. Di sana ada satu pertimbangan yang elok diperhatikan yaitu janji Allah itu adalah tetap benar kepada rasul-rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, tetapi hakikat iman yang sesuai dengan janji itu pastilah wujud lebih duhulu di dalam hati, hakikat iman inilah yang seringkali tidak diberi perhatian yang sewajarnya oleh manusia. Hakikat ini tidak mungkin wujud melainkan apabila hati seseorang itu bersih dan segala rupa bentuk syirik. Di sana terdapat berbagai-bagai bentuk syirik khafi (halus) dan hati seseorang tidak akan terlepas dan syirik ini melainkan apabila dia bertawajjuh dan bertawakkal kepada Allah Yang Maha Esa sahaja, melainkan apabila dia tenang dan tenteram menerima qadha’ dan takdir Allah terhadapnya dan melainkan apabila dia merasa bahwa Allah sahajalah yang mengendalikannya dan dia tidak mempunyai pilihan yang lain dan pilihan Allah dan menerima pilihan Allah itu dengan tenang, yakin, redha dan puas hati. Dan apabila seseorang itu sampai kepada darjat keimanan yang seperti ini, maka dia tidak akan mendahului Allah dan tidak akan mencadangkan kepada Allah sesuatu bentuk kemenangan dan kebajikan untuk dirinya, malah dia akan menyerahkan segala-galanya kepada Allah dan akan menerima segala bencana yang akan menimpanya sebagai ni’mat kebajikan. ltulah salah satu konsep dari konsep-konsep kemenangan, yaitu kemenangan di atas kepentingan diri dan hawa nafsu dan itulah kemenangan dalaman dan tanpa kemenangan ini, kemenangan lahir tidak akan tercapai sama sekali.

51. “Sesungguhnya Kami tetap menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari (Hari Qiamat di
mana) berdirinya para saksi.”

52. “laitu hari yang tidak berguna kepada orang-orang yang zalim (kafir) permohonan ma’af dan mereka, dan mereka akan mendapat la’nat dan akañ mendapat tempat kediaman yang amat dahsyat.” Kita telah pun melihat di dalam pemandan yang telah lalu bagaimana dalihan dan permintaan ma’af orang-orang kafir yang zalim itu tidak berguna kepada mereka dan bagaimana mereka berakhir dengan menerima la’nat dan tempat kediaman di dalam neraka yang amat dahsyat. Salah satu dari gambaran kemenangan di dalam kisah Musa a.s. ialah: 53. “Dan sesungguhnya Kami telah mengurniakan hidayat kepada Musa dan Kami kurniakan Bani Israel mewarisi kitab Taurat.”

54. “Untuk menjadi hidayat dan peringatan kepada orang-orang yang mempunyai minda yang sihat.” Pengurniaan kitab suci dan hidayat, pengurniaan ni’mat mewarisi kitab suci dan hidayat merupakan satu contoh dari contoh-contoh kemenangan yang dikurniakan Allah. Contoh yang diberikan Allah dalam kisah Musa a.s. ini mendedahkan kepada kita betapa luasnya bidang kemenangan itu di mana kita dapat melihat satu bentuk kemenangan istimewa dan berbagai-bagai bentuk kemenangan yang ditunjukkan. Di sini datanglah pernyataan yang mengakhiri bahagian ini mengarahkan Rasulullah s.a.w. dan pengikut-pengikutnya dan orang-orang yang beriman yang sedang tertindas di Makkah dan kepada setiap umatnya yang datang selepas mereka dan menghadapi situasi yang sama yang telah dihadapi mereka:

55. “Oleh itu bersabarlah sesungguhnya janji Allah itu benar dan pohonlah keampunan terhadap dosamu dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” Pernyataan yang akhir ialah seruan kepada bersabar, yaitu kesabaran menghadapi pendustaan, kesabaran menghadapi penindasan, kesabaran menghadapi keangkuhan

 
DAFTAR ISI : 1 - 2 - 3 - 4 - 5 - 6 - 7 - 8 - 9 - 10 - 11 - 12 -